Minggu, 02 Januari 2011

Ronny Pattinasarany, Kapten yang Penuh Kasih Sebelum Bertanding, Pemain Hening Cipta untuk Ronny






ERA 70-an hingga 80-an, sepakbola Indonesia menjadi salah satu raksasa di Asia Tenggara, bahkan di kawasan Asia. Orang yang ikut melambungkan nama tim merah-putih itu adalah Ronny Pattinasary.
Pria kelahiran Ambon yang tumbuh dan berkembang di Makassar itu menorehkan namanya sebagai sosok legenda sepak bola Indonesia. Buktinya, dia bukan cuma mendapat kehormatan untuk memakai ban kapten tim nasional, namun dirinya juga menyabet beberapa trofi.
 
Penghargaan yang diperolehnya seperti Pemain All Star Asia tahun 1982, Olahragawan Terbaik Nasional tahun 1976 dan 1981, Pemain Terbaik Galatama tahun 1979 dan 1980, dan meraih Medali Perak SEA Games 1979 dan 1981.

Menjadi bintang sepakbola merupakan obsesi Ronny sejak dia masih kanak-kanak. Karena mendapat dukungan semangat dari ayahnya, Nus Pattinasarany, yang dikenal sebagai pesepakbola tangguh di era sebelum kemerdekaan, dia pun bisa mewujudkan impiannya tersebut.

Perjalanan kariernya sebagai pemain bola dimulai bersama PSM Junior pada tahun 1966. Tak perlu waktu lama bagi pria kelahiran 9 Februari 1949 itu untuk menembus level senior tim PSM Makassar, karena dua tahun berselang dia sudah masuk skuad Ayam Jantan dari Timur.

Dari Makassar, Ronny hengkang ke klub Galatama, Warna Agung, yang dibelanya dari tahun 1978 hingga 1982. Nah, di sinilah kariernya semakin menanjak sehingga dia pun terpilih masuk timnas--dan jadi kapten--, serta menyabet beberapa penghargaan.

Tahun 1982, Ronny hengkang ke klub Tunas Inti. Hanya setahun di sana, dia pun memutuskan untuk gantung sepatu dan beralih profesi sebagai pelatih.

Ada beberapa klub yang pernah merasakan sentuhan tangannya, yakni Persiba Balikpapan, Krama Yudha Tiga Berlian, Persita Tangerang, Petrokimia Gresik, Makassar Utama, Persitara Jakarta Utara dan Persija Jakarta. Namun prestasi terbaik yang pernah ditorehkan Ronny adalah ketika menangani Petrokimia Putra.

Pasalnya, dia sukses mempersembahkan beberapa trofi bagi klub tersebut yang saat ini sudah bubar dan melebur dalam Gresik United (GU). Ya, Ronny membawa Petrokimia meraih Juara Surya Cup, Petro Cup, dan runner-up Tugu Muda Cup.

Terjerat Narkoba
Tapi kariernya sebagai pelatih tak berlangsung lama karena dia dihadapkan pada sebuah dilema: tetap berkarier atau memikirkan masa depan anak-anaknya. Ya, dua putranya yang sedang terjerat dunia narkoba perlu bimbingan sang ayah agar bisa keluar dari masalah tersebut.

Akhirnya, Ronny memutuskan untuk berhenti sebagai pelatih demi mengapteni keluarganya. Dia meletakkan jabatannya sebagai pelatih Petrokimia dan konsentrasi menyembuhkan anak keduanya, Henry Jacques Pattinasarany yang akrab disapa Yerry, yang menjadi pecandu narkoba jenis putaw--waktu itu Yerry baru berusia 15 tahun.

"Saya dihadapkan dua pilihan yang sangat sulit, sepak bola atau anak. Saya akhirnya memutuskan meninggalkan sepakbola meski saat itu tidak tahu apa yang akan saya lakukan," kenang Ronny.

Setelah Yerry sembuh, badai kembali menghampiri keluarga Ronny. Kali ini putra pertamanya, Robenno Pattrick Pattinasarany yang akrab dipanggil Benny, juga jatuh ke jurang yang sama. Bahkan Benny lebih lagi karena memakai narkoba di luar rumah.

Meskipun demikian, Ronny tetap sabar dan penuh kasih membimbingnya. Dia menganggap semua itu sebagai cobaan sekaligus teguran. Menurut pria yang memperistrikan Stella Maria tersebut, selama berkarier di dunia sepakbola, dia merasa menjauh dari sang Pencipta.

Setelah kesadarannya itu muncul, Ronny pun mendekatkan dirinya lagi kepada Tuhan. Benny dan Yerry pun dituntun untuk lebih mendalami kehidupan rohani dan usaha tersebut berhasil, karena kehidupan keluarganya kembali seperti dulu.

Dari sana, Ronny kembali terjun ke sepakbola, dunia yang membesarkan namanya. Meskipun bukan sebagai pelatih lagi, namun dia aktif dalam kegiatan yang mendukung kemajuan sepakbola Indonesia, seperti menjadi Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI (2006), Wakil Ketua Komdis (2006) dan Tim Monitoring Timnas (2007).

Tapi kinerja Ronny yang termasuk perokok berat itu terganggu oleh penyakit yang menggerogotinya. Dia terserang kanker hati sehingga sejak bulan Desember 2007, Ronny harus menjalani pengobatan di Guangzhou dan sudah empat kali ke kota yang terletak di China tersebut.

Sayang, Tuhan berkehendak lain. Meskipun segala upaya telah dilakukan, tetapi maut akhirnya menjemput pria yang gencar melawan narkoba tersebut dan keluarganya pun telah ikhlas melepas kepergian sang pahlawan.

Pada Jumat (19/9) sekitar pukul 13.30 WIB, Ronny meregang nyawa di Rumah Sakit Omni Medical Center Pulomas, Jakarta Timur. Jenazahnya akan disemayamkan di rumah duka, Jalan Pulomas Blok III B/9, Pulomas, Jakarta Timur, selanjutnya akan dimakamkan di San Diego Hill, Karawang, Jawa Barat, pada Minggu (21/9).

Selamat jalan Ronny, jasamu kan selalu dikenang dan perjuangan hidupmu semoga bisa menjadi inspirasi untuk kemajuan sepakbola Indonesia.

Sebelum Bertanding, Pemain Hening Cipta untuk Ronny

Makassar, Tribun - Sebelum pertandingan antara PSM Makassar kontra PSMS Medan dimulai para pemain dari kedua klub melakukan hening cipta mengenang kepergian legenda sepakbola Indonesia, Ronny Pattinasarani yang meninggal dunia, Jumat kemarin.
 
Suasana di dalam Stadion Mattoanging, Andi Mattalatta, dalam pertandingan kali ini sangat sepi. Hanya ada beberap penonton di tribun terbuka yang menyaksikan pertandingan tersebut, itupun sebagian besar adalah wartawan.

Sedangkan di tribun terbuka kosong melompong dan hanya diisi oleh sejumlah aparat kepolisian.

0 komentar:

Posting Komentar

Zu Chi Hidayat © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute